BAB
: II
1. PENGALAMAN HUSNAN YANG MISTERIUS
Husnan, nama
asalnya Asnan adalah penduduk Kupang Gunung Surabaya, seorang biasa keturunan
rakyat kecil di desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Propinsi
Jawa Timur.
Ia
dibesarkan dalam miliu santri, sejak kecil belajar mengaji dan terutama
mendalami ilmu tauhid yang merupakan dasar pokok ajaran Islam. Orang tuanya
tergolong orang yang tidak mampu bernama Husein berasal dari daerah Demak,
Propinsi Jawa Tengah.
Untuk
memperdalam ilmu agama, oleh orang tuanya ia disekolahkan madrasah di desa yang
dekat rumahnya sejak tahun 1949 sampai 1954 yakni Tebuireng Jombang. Setelah
dewasa ia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Sholihatin binti Sholihin
dari desa Ponokawan, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo yaitu pada tahun 1959.
Selang beberapa tahun Husnan dengan isterinya pindah ke Surabaya tinggal di
Gubeng Sawah, kemudian pada tahun 1962 pindah lagi ke Kupang Gunung.
a. Peristiwa pertama terjadi.
Pada suatu
malam dalam suasana sunyi sepi, waktu itu tanggal 12 April 1963 tengah malam
tepat hari Jum’at Pon, waktu itu Husnan belum tidur ; mendadak kedatangan empat
orang laki – laki yang berpakaian serba putih berwajah bagus bercahaya,
rambutnya tersisir rapi, belum pernah ia melihat orang – orang setampan itu,
masuk ke dalam rumahnya tanpa membuka pintu dan ternyata pintu masih dalam
keadaan tertutup.
Salah
seorang diantara mereka memeluk dirinya erat – erat. Dalam keadaan takut yang
amat sangat, ia mendengar kata – kata yang diucapkan oleh orang tersebut :
“Suaramu akan saya ambil, sebentar lagi engkau menjadi bisu”. Orang tersebut
menurut abah Thoyib adalah Nabi Dawud. Sejurus kemudian mereka pergi.
Dengan
tergopoh – gopoh ia segera membangunkan isterinya dan masih sempat berkata
bahwa baru saja ada tamu misterius, dan berkata bahwa tidak lama lagi ia akan
bisu. Setelah berkata begitu ia lalu pingsan. Dalam keadaan kebingungan
isterinya menggerak – gerakkan tubuh suaminya sambil berdoa sejadi – jadinya.
Setelah sadar ternyata suaminya benar – benar bisu.
Pagi harinya
berkerumunlah orang – orang di rumah Husnan ingin mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi. Melihat keadaan fisiknya tetap sehat, panca indranya baik
semua, hanya saja ia tak dapat berbicara. Menurut penjelasan abah Toyib (seorang
wali di Kemayoran, Surabaya ),
bahwa tamu yang datang pada malam Jum’at yang lalu itu ialah seorang malaikat,
nabi Dawud dan dua orang wali Allah.
Pagi hari
itu juga khabar tersebut telah tercium oleh para wartawan, sehingga rumahnya
menjadi penuh sesak oleh orang – orang yang berdatangan ingin mengetahui
kejadian sebenarnya. Para wartawan banyak
mengajukan pertanyaan dan bermacam – macam. Dengan sabar ia menjawab secara
tertulis menurut apa adanya, tidak ditambah dan tidak dikurangi. Begitu cepat
khabar tersiar dimana – mana, malahan foto Husnan sekeluarga dimuatnya juga.
Di antara
orang – orang itu ada yang mengatakan bahwa bisunya itu dibuat – buat yakni
berpuasa bisu, ada pula yang berpendapat bahwa bisunya ada sangkut pautnya
dengan kuburan dan sebagainya, karena memang Kupang gunung itu komplek kuburan
Cina. Dugaan orang – orang tersebut dibantah oleh Husnan, bahwa bisunya itu
tidak ada sangkut pautnya dengan kuburan dan sebagainya.
Ia ditimpa
musibah itu bukan main susahnya. Keluarganya, orang tua dan sanak familinya,
semuanya berusaha dengan sekuat tenaga mencarikan obat.
b. Usaha penyembuhan.
Dalam usaha
mendapatkan kesembuhan telah dilakukan dengan berbagai cara, nasehat atau fatwa
orang – orang tua diikutinya. Ia telah diperiksa oleh sembilan orang dokter, dua
professor, sehingga menghabiskan beaya tidak kurang dari Rp.46.000,-(empat
puluh enam ribu rupiah). Mereka memeriksa dengan teliti sekali, namun belum
memperoleh hasil. Malah ada diantara dokter yang mengatakan bahwa ia tidak ada
gangguan penyakit, organ – organ tubuh baik semua, ia sehat – sehat saja.
Setelah
berobat secara medis tidak memperoleh hasil, maka ia berikhtiar melalui para
ahli kebatinan dan para ulama, yang insya Allah dari mereka ia memperoleh
kesembuhan harapannya.
Di samping
ia sendiri mencari pengobatan, mertuanyapun tidak tinggal diam, diusahakannya
pula obat kepada mbah Sahlan Krian dan mbah Hudlori Mojoagung. Dari mbah Sahlan
tidak diperoleh sesuatu apapun, baik berupa obat ataupun petunjuk – petunjuk.
Dari mbah Hudlori diperoleh sebuah botol berisi air hujan salah musim yang
telah lama disimpannya, sambil berkata : “Engkin sonten kulo ngriko tiang
kalih”(Nanti malam saya datang berdua kesana, yakni ke rumah Husnan).
Siang itu
juga mertuanya kembali ke Surabaya, menyampaikan pesan mbah Hudlori sambil
menyerahkan obat hasil usahanya. Obat itu supaya diminum dan sisanya diusapkan
ke seluruh tubuhnya sesuai dengan petunjuk yang diterimanya.
c. Peristiwa kedua.
Pada malam
itu juga tercatat tanggal 25 April 1963 jam 21.00 kebetulan malam Jum’at Paing,
benar – benar Husnan menerima tamu ; bukannya dua orang saja bahkan lima orang.
Yaitu mbah Hudlori, abah Toyib, mbah Sahlan, mbah Abas dan Raden Muhammad Surya
Alam alias mbah Bun. Orang – orang tersebut sudah banyak dikenal terutama oleh
sebagian masyarakat Islam Jawa Timur, bahwa beliau – beliau itu tergolong
aulia.
Pada waktu
itu yang dikenal betul oleh Husnan Cuma mbah Sahlan dan abah Toyib, sedangkan
yang lainnya belum. Kedatangan mereka itu secara mendadak lagi misterius.
Begitu datang begitu sudah di ambang pintu rumahnya. Ketika mengucapkan salam,
seisi rumah mendengarnya dan menjawab serentak, Husnan, isteri dan mertuanya.
Akan tetapi yang dapat melihat tamu –tamunya itu hanyalah Husnan. Oleh karena
isteri dan mertuanya tidak dapat melihat tamunya, maka kursi yang telah
diduduki oleh abah toyib akan diduduki oleh mertuanya, sedang isterinya tetap
berdiri dimuka pintu kamar dimana di sebelah kanannya duduk mbah Sahlan. Ia
menyuruh isteri dan mertuanya supaya masuk saja ke dalam kamar.
Tamu – tamu
tersebut berpakaian jubah serba hijau. Dalam keadaan gementar karena takutnya,
ia dapat berbicara lancar dengan tamunya itu. Hal tersebut didengar pula oleh
keluarganya. Salah seorang tamunya yaitu mbah Abas yang waktu itu belum dikenal
memberi perintah kepadanya supaya :
1.
Membeli sebuah kitab suci
Al-Qur’an lagi.
2.
Isterinya disuruh membaca
Al-Qur’an sebanyak 60.000.000 huruf Al-Qur’an, sedang ia sendiri diharuskan
menyemaknya.
3.
Ia disuruh supaya segera
berziarah ke rumah tamu – tamunya yang pada malam itu datang di rumahnya.
Setelah
perintah tersebut disampaikan kepada Husnan, tamu – tamu itu terus pergi. Pada
waktu itu ia sudah dapat berbicara lancar, tetapi sebentar kemudian ia tak
mampu berbicara lagi, meskipun mertua memaksanya untuk terus berbicara, namun
sia – sia.
2. MELAKSANAKAN PERINTAH.
Pertama –
tama yang dilaksanakan ialah membeli sebuah kitab suci Al-Qur’an ; untuk ini ia
tidak perlu lagi membeli, sebab ustadz Nur Qomari dari keputran telah
menghadiahkan kepadanya sebuah Al-Qur’an.
Setelah
mempunyai sedikit uang untuk ongkos bepergian, maka pada tanggal 28 April 1963
jam 17.00 lebih dahulu ia berziarah kepada abah Toyib di Kemayoran III/10 Surabaya . Ia diberi
selembar kertas kecil bertuliskan sandi sambil berkata : “Hasil, hasil, hasil”,
lalu ia disuruh segera berangkat ke Banyuwangi karena telah ditunggu.
Pagi harinya
setelah sholat Shubuh, ia berangkat seorang diri menuju stasiun Semut, meskipun
istrinya mencegah untuk bepergian seorang diri, namun ia memaksanya juga. Di
pertigaan jalan Banyu urip Girilaya di tempat parkir becak, ia menunjuk sebuah
di antaranya dengan memberi isyarat telunjuknya ke arah utara dan
memperlihatkan tujuh buah jari tangannya, yang dimaksud menunjukkan tempat yang
dituju berikut ongkosnya. Rupanya tukang becak itu mengerti apa yang dimaksud
lalu jawabnya : “Semut ?”. Ia menganggukkan kepala dan selanjutnya
dipersilahkan naik.
Meskipun
masih pagi buta suasana di dalam stasiun Semut sudah ramai. Orang antri karcis
di depan loket berjubel – jubel, iapun ikut antri juga. Setibanya di muka loket
ia tidak sempat menulis karena sesaknya, maka langsung saja mengulurkan uangnya
ratusan selembar tanpa berkata sepatah katapun. Tetapi anehnya si penjual
karcis itu tidak bertanya malah seakan – akan telah mengetahui tempat yang
dituju. Penjual karcis itu dengan acuh tak acuh menyerahkan kepadanya sebuah
karcis Kalisetail yaitu nama sebuah halte di mana ia harus turun, serta
mengembalikan uang kelebihannya sesuai dengan sisa harga karcis tersebut.
Setelah
memperoleh karcis segera ia masuk menuju deretan kereta jurusan Banyuwangi yang
telah tersedia. Salah satu gerbong kereta yang dimasuki itu, orang sudah
berjejal – jejal mencari tempat duduk. Di suatu sudut dilihatnya seperti
seorang pegawai kereta api memanggil dan mempersilahkan kepadanya supaya duduk
di sampingnya. Tentu saja tawaran itu diterimanya dengan senang hati. Pada
waktu membeli kuwih – kuwih maupun minuman, ia diberinya juga tanpa mengucapkan
sepatah katapun. Di dalam perjalanan yang lamanya hampir sehari penuh, tidak
ada perkataan satu kalimatpun yang diucapkan oleh pegawai kereta api itu dan
membiarkan Husnan berdiam diri.
Sampai di
halte Kalisetail sekira jam 16.00 ia turun seorang diri. Setibanya di luar ia
dijemput oleh seorang kusir dokar yang nampaknya menunggu kedatangannya seraya
berkata : “Mas, kulo ajeng teng Genteng, wong griyo kulo Maron ngriku, mangke
Genteng ngetan titik, enten kuburan ngidul titik empun Cangaan” (Mas, saya akan
ke Genteng, orang rumah saya di Maron situ, nanti sampai di Genteng berjalan ke
timur sedikit, sesudah kelihatan kuburan kemudian belok ke selatan sedikit,
itulah desa Cangaan). Ia hanya menganggukkan kepala saja sambil mengingat –
ingat pesannya.
Sampai di
Genteng ia turun dan menyerahkan selembar uang seratus rupiah untuk ongkos
dokar. Oleh karena ongkosnya Cuma Rp.40,- maka ia menerima pengembalian
sebanyak Rp.60,-. Sebelum ia meneruskan perjalanannya dengan berjalan kaki ke
Cangaan, lebih dulu ia singgah di masjid Genteng untuk melakukan sholat Dhuhur
dan Ashar. Selesai sholat ia meneruskan perjalanan ke Cangaan sesuai petunjuk
kusir dokar tersebut, yaitu tempat tinggal mbah Abas yang telah memberikan
perintah kepadanya secara gaib pada beberapa hari yang lalu.
a. Kampung Cangaan.
Cangaan
adalah merupakan sebuah kampung di mana kelurahannya ikut Genteng Wetan. Di
situ berdiri sebuah masjid yang cukup besar bahkan lebih besar dari masjid
Genteng. Setiap waktu penuh orang melakukan sholat berjama’ah, baik Dzuhur,
Ashar, Maghrib, Isya’ maupun Subuh. Justru penduduk Cangaan terkenal giat
berjama’ah.
Di kampung
tersebut bermukim seorang ulama besar yang sangat disegani bernama mbah Abas.
Beliau berjanggut tipis keputih – putihan, berwajah tampan persis seperti apa
yang dilihatnya pada waktu beliau datang ke rumahnya. Konon usianya sudah lebih
dari seratus tahun.
Sampai di
Cangaan ia langsung menuju masjid dan tinggal di situ sampai selesai jama’ah
Maghrib dan Isya’. Ia mendapat keterangan dari orang kampung tersebut, bahwa
mereka mendapat perintah dari mbah Abas tidak boleh tidur selama 3 hari, karena
sebentar lagi akan kedatangan tamu dari Surabaya yang kukunya panjang – panjang
dan berjanggut. Yang dimaksud tamu itu tidak lain ialah abah Toyib.
Yang
ditunggu justru tidak kunjung tiba, malahan yang datang adalah Husnan dan dalam
keadaan bisu. Ia dikerumuni orang banyak, disangka dialah yang dimaksud oleh
mbah Abas itu, padahal sebenarnya bukan dia. Mungkin abah Toyib itulah orang
yang mendampinginya di dalam perjalanan tersebut dan telah bertemu dengan mbah
Abas langsung di rumahnya secara diam – diam. Pada malam itu juga ia bermalam
di rumah seorang kenalannya bernama Jaelani yang dahulu pernah jadi tetangganya
di Gubeng Sawah Surabaya.
b.
Menghadap mbah Abas.
Pagi – pagi
benar Husnan sudah bangun dan ikut berjama’ah. Selesai membaca wirid ia beserta
para jama’ah lainnya mendapat kesempatan dan bersalaman dengan mbah Abas,
memang begitulah kebiasaan yang berlaku di situ.
Tercatat
tanggal 30 April 1963 jam 05.30 mbah Abas segera pulang ke rumahnya yang
terletak agak jauh sebelah timur masjid, sedang ia pulang ke rumah Jaelani yang
terletak jauh di sebelah barat masjid. Dalam perjalanannya ke rumah Jaelani,
tepat di belakang masjid, mendadak seperti tampak mbah Abas berdiri di depannya
antara jarak satu meter sambil menuding pada dirinya seraya berkata : “Iftah
qouli Asnan”/(Bukalah suara Asnan), waktu itu namanya belum diganti, yang
memberi nama Husnan justru mbah Abas sendiri. Setelah mengucapkan kalimat
tersebut tiba – tiba mbah Abas lenyap dari pandangan matanya. Dengan spontan
keluarlah dari mulutnya kalimat istighfar berkali – kali, sedang Jaelani yang
berjalan di sampingnya yang tidak mengetahui apa – apa, ketika mendengar
temannya telah dapat membaca Astaghfirullah berkali – kali segera memeluk dan
menciuminya sebagai curahan rasa gembira. Dengan tidak terasa air mata meleleh
di pipi mereka berdua.
Selesai
makan pagi di rumah Jaelani, antara jam 08.00 mereka berdua menghadap mbah Abas
di rumahnya. Ia dipersilahkan duduk yang pada saat itu ia telah sembuh dari
bisunya. Sambil bangkit dari duduknya, mbah Abas berkata : “Engkin sik kulo
mendet kitab” (Tunggu sebentar saya akan mengambil kitab). Setelah keluar
dengan membawa kitab, beliau berkata lagi : “Lha niki nopo kulo goleki nembe
ketemu” (Lha ini apa saya cariin baru saja ketemu). Lalu beliau bertanya :
“Sampeyan pundi ?” (Engkau dari mana ?). Jawabnya : “Kupang Gunung Suroboyo
mbah” (Kupang Gunung Surabaya
mbah). Kemudian mbah Abas menceritakan silsilahnya, bahwa beliau itu adalah
keturunan Kanjeng Sunan Giri ke 15 dan sampai kepada Rosululloh SAW. Turun ke
27, sedang mbah nyai Abas adalah keturunan Kanjeng Sunan Ampel ke 16. Kedua
Sunan tersebut adalah termasuk diantara wali sembilan yang sangat terkenal di
negeri kita ini.
Husnan
dijamu mbah Abas menurut ala kadarnya ; setelah agak cukup lama, ia memohon
ijin untuk menghadap mbah Bun. Oleh mbah Abas diikut sertakan dua orang
santrinya ialah Jaelani dan Marjuki. Sementara itu ia diberi wasiat sebagai
berikut :
1.
Sampeyan tebihi ma’siat
(jauhilah perbuatan dosa).
2.
Sembahyang niku sae –
saene ngibadah dateng Gusti Allah (sholat adalah sebaik – baik ibadah kepada
Allah).
3.
Rembagipun tiang sepuh
niku leres, niku tiang sae, niku tiang suci (Perkataan orang tua itu yakni mbah
Bun adalah benar, beliau adalah orang baik, beliau adalah orang suci).
4.
Sampeyan angsal
pitulungane Gusti Allah (Engkau mendapat pertolongan Allah).
5.
Sampeyan diganjar bisu
Pengeran niku, kersane sumerep ngriki (Engkau mendapat penyakit bisu itu, agar
supaya mengetahui tempatku ini).
6.
Untung sampeyan, sembahyang
mawon ingkang kathah (Beruntung kamu,
sembahyanglah yang banyak).
b.
Menghadap mbah Bun.
Seperti kita
ketahui bahwa rumah kediaman mbah Abas itu terletak di sebelah barat kota
Banyuwangi kurang lebih 30km, sedangkan rumah kediaman mbah Bun adalah di sebelah
barat Glenmore.
Mereka
bertiga berangkat menghadap mbah Bun dengan berkendaraan sepeda. Rumah beliau
jauh di pelosok dan hanya bertetangga dengan orang – orang persil suku Madura.
Rumahnya terdiri dari sesek dan di depannya sebelah kiri berdiri musholla.
Bangunan tersebut adalah sumbangan dari mbah Abas yang dikerjakan santri –
santri Cangaan. Di samping isterinya, mbah Bun juga mempunyai seorang pembantu
bernama Rivai yang termasuk santrinya mbah Abas juga.
Di rumah
itulah Husnan diwejang oleh mbah Bun yang langsung ditulis di hadapannya.
Memang sengaja ia membawa buku tulis dari rumahnya yang diperkirakan mungkin
ada faedahnya selama ia dalam perjalanan. Adapun wejangannya sebagai berikut :
1. Kuburan guk latar masjid Kupang Gunung leteren sing apik, kowe
mesti menang (Kuburan yang di halaman masjid Kupang Gunung agar dileter yang
bagus, kamu pasti menang).
2. Permulaan masjid Kupang Gunung sampeyan mulai wulan Besar
(Pembangunan masjid Kupang Gunung kamu mulai pada bulan besar/haji).
3. Bangun masjid boten sembarangan(membangun masjid tidak semudah
itu/sembarangan)
4. Ketip niki sampeyan salap soko guru minangka jimat, sebab bade
wonten bledeg ageng (Koin ini kamu taruh di soko guru sebagai jimat, sebab akan
ada prahara besar).
5. Bangun masjid niruo masjid Cangaan, masjid Cangaan meniru
masjid Demak(Bangun masjid tirulah masjid Cangaan, masjid Cangaan itu meniru
masjid Demak).
6. Panitia masjid saerep wali songo, enten sing icake laknat,
banjur saniki ketrimo nek terus ngibadah(Hendaklah panitia masjid mirip wali songo,
ada yang bekas bajingan, lalu akhirnya diterima taubatnya karena terus
beribadah).
7. Konco sampeyan badhe ngriki, rombongan sampeyan sing mulai.
Guru, jundi, ulama lan ulama ingkar (Temanmu akan ke sini, rombongan kamu dulu
yang memulai. Guru, tentara, ulama dan ulama ingkar).
8. Kengken noto percayane kangge sejarah, kulo niki Semar (Suruh
menata percayanya untuk sejarah, saya ini Semar).
9. Tahun 1968 sopo wong sing tetap sembahyang slamet donya
akherat, sebalike ajur keserang penyakit geden – gedenan, dibendu Gusti
Allah(Tahun 1968 siapa orang yang masih sembahyang[beriman] selamat dunia
akhiratnya, sebaliknya jika tidak maka akan hancur terserang penyakit besar –
besaran[parah/mati imannya dan mudah melakukan kemaksiatan]dimurkai oleh Allah.
10. Sampeyan diganjar bisu kalih Pengeran niku supados sumerep
daleme mbah Abas lan sumerep ngriki (Kamu diberi bisu oleh Alloh itu supaya
tahu rumahnya mbah Abas dan tahu sini).
11. Percayane sampeyan toto, supados selamet donya akherat(Imannya
kamu tata, supaya selamat dunia akhirat).
Ulama salaf berkata :
1.
Tandanya orang terserang
penyakit besar – besaran, ialah orang yang melupakan Tuhannya, tidak merasa
bahwa ia adalah titah-Nya. Meskipun ia meyakini, namun apabila ia tidak
mengikuti Rosululloh SAW. Tidak taat kepada Allah, maka hukumnya lupa juga.
2.
Tandanya orang terserang
penyakit besar – besaran, ialah orang yang mengabaikan ilmu ajaran Rosululloh
SAW, menyia – nyiakan guru yang sempurna (mursyid) bahkan gemar melakukan
perbuatan jahat dan melanggar hukum – hukum Alloh SWT.
3.
Tandanya orang terserang
penyakit besar – besaran, ialah orang yang menuruti kehendak nafsunya, takut
jatuh miskin, takut kelaparan dan enggan beribadah.
Ø
Masih teringat dawuhnya
mbah H.Ilyas seorang wali Benowo Surabaya : “Tahun 1964 mblenger, tahun 1965
mendem, tahun 1970 embuh ora weruh”(Tahun 1964 jenuh, tahun 1965 mabuk, tahun
1970 sudah tidak tahu). Yakni keadaan tingkah laku penghuni dunia dilihat dari
kacamata agama.
Ketika berkunjung ke rumah mbah Bun, merekapun dijamu makan
menurut apa adanya di desa itu. Dalam pertemuan yang cukup lama itu, Husnan
sempat juga berwawancara dengan mbah Bun dan langsung dicatat di hadapan beliau
sebagai berikut:
1. Mbah Bun manggen ngriki nopo sampun dangu ?. – Ooo kulo
manggen ngriki dereng enten tiang.(Mbah bun tinggal disini apa sudah lama ?. –
Ooo saya tinggal disini waktu belum ada orang).
2. Panjenengan kegolong umat nopo ?. – Ummat Jan. (Mbah tergolong
umat apa ?. – Ummat Jan).
3. Ngantos samangke sampun yuswo pinten ?. – 3500 tahun. (Sampai
sekarang sudah berumur berapa ?. – 3500 tahun).
4. Kulo angsal keterangan saking santri – santrine mbah Abas kok
1800 tahun ?!. – Ooo, niku rak jare ahli falak. (Saya mendapat keterangan dari
santri – santrinya mbah Abas kok 1800 tahun ?!. – Ooo, itu khan katanya ahli
falak).
5. Perlu punopo panjenengan diturunaken wonten ngalam donya niki
?. – Niku, kangge ngamanaken nggih kangge ngemong anak putu Adam. (Untuk perlu
apa mbah diturunkan di alam dunia ini ?. – Itu, untuk mengamankan dan untuk
mengasuh anak cucu Adam).
6. Garwo panjenengan niku sinten ? – Sampeyan kulo critani, yen
mbah putri sampeyan niku anake bupati Medunten, asale digondhol jin. Terus bupati
wau adeg sayemboro. Kawusono kulo sing saged nemokaken, lajeng kulo dikengken
ngawin. Kulo gelut kalih jin pinten – pinten ewu, tapi nggih saged ngrebut
putri, mbah sampeyan niku. (Isteri mbah itu siapa ? – Kamu saya beritahu, kalau
mbah putrimu itu anaknya bupati Madura, asalnya dibawa jin. Terus bupati tadi
menyelenggarakan sayembara. Akhirnya mbah yang bisa menemukan, lalu mbah
disuruh menikahi. Mbah berkelahi dengan jin ribuan, tapi ya bisa merebut mbah
putri, mbah kamu itu).
7. Gelut kalih jin ewonan nopo mboten kuwalahen mbah ? – Nek kulo
antemi nggih kuwalahen, mlajenge kulo entuti. (Berkelahi dengan ribuan jin apa
tidak kewalahan mbah ? – Kalau saya pukuli ya kewalahan, akhirnya saya
kentuti).
8. Panjenengan nderek agami nopo ? – Kulo nderek agami Islam, nek
biyen agomo Jowo tunggale Hong Wilaheng niko. (Mbah ikut agama apa ? – Saya
ikut agama Islam, kalau dulu agama Jawa seperti Hong Wilaheng itu).
9. Belajar agami Islam dateng pundhi mbah ? – Kulo belajar agomo
Islam teng nggene Patah. (Belajar agama Islam di mana mbah ? – Saya belajar
agama Islam di tempatnya Patah[Raden Patah]).
10. Menawi mekaten rak nate mondok teng Demak ? – Mboten nak,
nduduk saking ngriki mawon, wong kilen ngriku bloko. (Kalau begitu pernah
mondok di Demak ? – Tidak nak, nggali dari sini saja, orang barat(Demak) itu
jelas keliatan).
11. Panjenengan nopo kagungan sederek ingkang slamet donya akherat
? – Gadah, nggih niku Raden Gagak Antogo sing jange dadi wakil ratu adil,
manggen alas Purwo Banyuwangi. (Mbah apa punya saudara yang selamat dunia
akhirat ? – Punya, ya itu Raden Gagak Antogo yang bakal jadi wakil ratu adil,
menempati alas Purwo Banyuwangi).
12. Masjid Kupang Gunung dibangun ping pinten ? – Lha mantun blok
sampeyan niku, benjing – benjing didandhosi bolak – balik nak, tapi nggih sae
wingking – wingking rupane masjid. (Masjid Kupang Gunung dibangun berapa kali ?
– Lha selesai jaman kamu itu, besok – besoknya diperbaiki bolak – balik nak,
tapi ya bagus yang belakang – belakang[yang paling akhir] rupanya masjid).
13. Petungan pundhi mbah ingkang sae ? – Pokoke liyane pitungan
Ajisoko niku pun bener. (Perhitungan mana mbah yang bagus ? – Pokoknya selain
perhitungan Ajisoko itu sudah benar).
14. Menggah nggangge mbah ? – Salah. Kufur. (Kalau
menggunakan[ajisoko] mbah ? – salah. Kufur).
15. Benjing punopo mbah Bun ditimbali wonten ngersane Kang Moho
Suci ? – Yen sedoyo anak putu Adam dereng purun ngibadah, kulo dereng angsal
wangsul. (Kapan mbah Bun dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Suci ? – Kalau semua
anak turun adam belum mau ibadah, mbah belum boleh kembali).
Disamping itu beliau juga menceritakan bahwa pernah bertemu
dengan setan yang akan menjatuhkan Raden Aji dan beliau diturunkan jauh sebelum
permulaan Amarta, sekitar Purworejo daerah Jawa Tengah. Sesudah cukup lama
berwawancara, sekitar jam 16.00 mereka bermohon diri kembali ke Cangaan. Pagi
harinya husnan kembali ke Surabaya
sudah dalam keadaan sembuh yakni sudah dapat berbicara lagi seperti semula.
c.
Melanjutkan tugas.
Seperti telah disebutkan dimuka, bahwa Husnan harus
mengunjungi tamu – tamunya yang telah datang di rumahnya pada suatu malam
secara gaib itu. Ia telah melaksanakan sowan kepada tiga orang, yaitu abah
toyib, mbah Abas dan Raden Muhammad Surya Alam alias mbah Bun. Tinggallah
sekarang dua orang lagi yang belum dikunjungi yaitu mbah Sahlan dan mbah
Hudlori.
Pada tanggal 8 Mei 1963 pagi hari Husnan meneruskan tugasnya
menghadap mbah Sahlan di desa Sidorangu, Krian, Sidoarjo. Setelah bersalaman,
ia disapa lebih dulu. “Sampeyan empun saking wetan nggih ?” (Kamu sudah dari
timur ya ?). “Inggih” (Iya[sudah]). Jawabnya. Kemudian ia menanyakan perihal
mbah Bun. “Mbah Bun niku yuswane leres 1800 tahun nopo 3500 tahun mbah ?” (Mbah
Bun itu usianya benar 1800 tahun apa 3500 tahun mbah ?”). Jawab mbah Sahlan.
“Nggih niku sing pantes 1800 tahun, nek 3500 tahun sing percoyo namung kulo
kalih sampeyan thok”. (Yah itu yang pantas 1800 tahun, kalau 3500 tahun yang
percaya Cuma saya sama kamu saja.”). Beliau melanjutkan : “Pangeran ndamel
barang sing aneh – aneh niku sampeyan ampun gumun, pokoke sampeyan kerep ngriki
insya Allah ndang hasil.” (Tuhan menciptakan sesuatu yang aneh – aneh itu kamu
jangan heran, pokoknya kamu sering kesini insya Allah cepat terkabul.).
Kebiasaan mbah Sahlan sehari – hari ialah selalu berjubah,
kulitnya putih lagi gemuk. Setelah bercakap – cakap seperlunya ia memohon diri
untuk meneruskan perjalanannya ke Mojoagung menghadap mbah Hudlori. Jawab mbah
Sahlan : “Empun ndang budhal” (Sudah, segera berangkat ! ).
Setibanya di rumah mbah Hudlori, ia dipersilahkan duduk.
Tempat tinggal beliau di desa Klampok Arum, Betek, Mojoagung, dekat makam mbah
Sayid Sulaiman (Kakak dari mbah Sayid Arif yang dimakamkan di Segoropuro, Pasuruan). Beliau memulai dengan kisahnya : “Sampeyan sing kulo jagani
tombo banyu udan salah mongso sak botol niku dangune empun enten telung tahun”
(Kamu yang sudah saya siapkan air hujan salah musim satu botol itu lamanya
sudah ada tiga tahun), dan masih banyak lagi yang diceritakan. Sesudah itu ia ditinggalkan
seorang diri untuk melakukan sholat. Selesai sholat beliau menemui Husnan
kembali. Katanya : “Sakniki kulo sukani cekelan” (Sekarang saya beri pegangan),
beliau berkata demikian sambil menyerahkan sebuah pusaka. Selanjutnya :
“Maksude nek enten pekewuh sampeyan kelit mawon, akike niki minongko bupati,
keris niki prajurite. Sampeyan ajak – ajak tiang supados sembahyang niku nggih
empun perang sabil namine. Lha sedoyo niki tinggalane mbah Patah” (Maksudnya
kalau ada bahaya kamu bawa saja, akiknya ini sebagai bupati, keris ini
prajuritnya. Kamu ajak – ajak orang supaya sembahyang itu ya sudah perang sabil
namanya. Lha semuanya ini tinggalannya mbah Patah, yaitu nama seorang wali dari
Tulungagung.).
Setelah cukup lama pertemuannya dengan mbah Hudlori, ia
memohon ijin pulang. Sampai di rumah sekitar jam 19.00 malam, kebetulan waktu
itu penulis berkunjung ke rumahnya. Segala pengalamannya sejak awal hingga
akhir dari hal perjalanan sampai pertemuannya dengan para wali diceritakan
semuanya.
d.
Tugas terakhir.
Husnan telah melaksanakan tugas dengan sebaik – baiknya, yaitu
pertama ia telah memiliki dua buah kitab suci Al – Qur’an, sebuah untuk
isterinya dan sebuah lagi untuk dirinya. Tugas yang kedua ialah berziarah ke
rumah tamu – tamunya yang pada suatu malam datang secara gaib di rumahnya.
Tinggallah kini tugas yang ketiga atau yang terakhir yaitu menyuruh isterinya
supaya membaca kitab suci Al – Qur’an sebanyak 60.000.000 (enam puluh juta)
huruf Al – Qur’an. Seperti kita ketahui bahwa Al – Qur’an itu berisi 1.000.000
(sejuta) huruf, yang berarti pula bahwa isterinya harus mengkhatamkan Al-Qur’an
sedikitnya 60(enam puluh) kali.
Pada tanggal 10 Mei 1963 jam 21.00 dengan mengucapkan
bismillah disertai kesungguhan hati, ia memulai dengan tugasnya yang ketiga atau
terakhir. Isterinya disuruh membaca Al – Qur’an, sedang dia sendiri siap untuk
menyemaknya. Untuk ini tentunya dicarikan waktu yang baik dan terluang,
sehingga dapat membaca dengan tenang, serta khusyu’, hadir hatinya dan penuh
adab, tidak ada gangguan dari anak – anak atau kesibukan – kesibukan lainnya.
Sejak melaksanakan perintah tersebut, isterinya menyatakan
bahwa ia tidak merasa malas ataupun kesulitan, bahkan terasa bibirnya ringan
mengucapkan ayat – ayat Al-Qur’an, namun tidak mengurangi tajwid dan makhrojnya
(tartil).
Begitulah kisah yang sesungguhnya terjadi yang dialami oleh
sahabat saya ustadz Husnan dari Kupang Gunung Surabaya . Semuanya itu ia lakukan secara
sadar, tidak gila ataupun terkena pengaruh setan. Pikiran tetap normal dan
jasmani tetap sehat. Percaya atau tidak terserah kepada penilaian para pembaca.
Adapun rangkaian cerita atau pengalaman – pengalaman berikutnya yang paska
ilmiah yang dialami oleh Husnan maupun penulis sendiri tidaklah kami kemukakan
lebih lanjut.
Perkenalkan nama saya zull fikar. Dan saya ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH JONOSEUH atas bantuannya selama ini dan saya tidak menyanka kalau saya sudah bisa sukses dan ini semua berkat bantuan MBAH JONOSEUH,selama ini, saya yang dulunya bukan siapa-siapa bahkan saya juga selalu dihina orang2 dan alhamdulillah kini sekaran saya sudah punya usaha Restoran sendiri,itu semua atas bantuan beliau.Saya sangat berterimakasih banyak kepada MBAH JONOSEUH atas bantuan nomor togel dan dana ghaibnya, dan saya yang dulunya pakum karna masalah faktor ekonomi dan kini kami sekeluarga sudah sangat serba berkecukupan dan tidak pernah lagi hutang sana sini,,bagi anda yang punya masalah keuangan jadi jangan ragu-ragu untuk menghubungi MBAH JONOSEUH karna beliau akan membantu semua masalah anda dan baru kali ini juga saya mendaptkan para normal yang sangat hebat dan benar-benar terbukti nyata,ini bukan hanya sekedar cerita atau rekayasa tapi inilah kisah nyata yang benar-benar nyata dari saya dan bagi anda yg ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH JONOSEU di 0823 4444 5588 dan ingat kesempatan tidak akan datang untuk yang ke 2 kalinya terimah kasih..
BalasHapusizin save gan
BalasHapusBab lengkap satu buku ada kang?
BalasHapusBuku ini tidak beredar diluaran, semasa P sholychoen ( penulis buku ) hidup sy dikasih 1 buku trsbt, sayang hilang entah kemana, ada yg pinjam tp sy lupa siapa.
BalasHapusHarrah's Resort Casino in New London - MapYRO
BalasHapusFree Parking 경주 출장안마 is available at the 전라남도 출장샵 Harrah's Hotel in New London. 출장안마 We offer complimentary 남원 출장안마 overnight valet parking 삼척 출장마사지 and parking. Harrah's offers free valet